Ingatanku
melayang, ketika pertama kali orang tuaku mengajarkan kami berdoa, untuk segala
sesuatu yang akan aku lakukan. Mungkin sekitar 2 tahun ( jika benar, umur
berapa tahun aku bisa mengingatnya ), kami ( aku dan adik2ku ) tidur di satu
kamar, dan sebelum tidur, papaku duduk di sela2 kami ( aku dan adik2ku ),
mengajarkan kami untuk mrelipat tangan dan tundukkan kepala serta berdoa,
“Tuhan, kami mau bobo, lindungilah
kami, Amin”
Begitu kira2
doa pertama kami jika mau tidur. Begitupun, jika kami mau makan, berjalan2 atau
ke sekolah ( setelah kami bersekolah ). Dan begitu rutinitas kami dalam memulai
kegiatan kami, yaitu selalu berdoa, walau hanya terbatas kata2 yang sederhana
…..
Ketika
masing2 dari kami, sudah mulai bisa merangkai kata2 untuk berdoa, orang tua
kamipun hanya membimbing lebih ‘jauh’ dan kami perlahan bisa membuat doa,
sesuai hati kami dalam
nama Tuhan. Jaman sekolah, sampai lulus kuliah, doaku terutama tentang kehidupkan sekolahku, bahwa aku ingin sekali membanggakan orang tuaku untuk bisa lulus sekolah dengan berprestasi, sehingga doaku menjadi rutinitas bagiku, di sela2 sekolah dan kuliahku yang memang padat ……
nama Tuhan. Jaman sekolah, sampai lulus kuliah, doaku terutama tentang kehidupkan sekolahku, bahwa aku ingin sekali membanggakan orang tuaku untuk bisa lulus sekolah dengan berprestasi, sehingga doaku menjadi rutinitas bagiku, di sela2 sekolah dan kuliahku yang memang padat ……
Tetapi, aku
tetap berdoa, apapun bentuknya. Aku tetap menundukkan kepala dan melipat
tanganku untuk sedikit ‘berbicara’ pada Tuhan walau hanya sebentar ….
Setelah aku
mulai bekerja, doaku lebih banyak untuk meminta berkat sebagai pekerja untuk
bisa melakukan sesuatu bagi banyak orang. Aku tetap berdoa, walau setelah
bekerja, doa hanya merupakan sebuah rutinitas saja, di sela2 kesibukanku
sebagai pekerja eksekutif muda di kota metropolitan. Aku juga tetap terus
mendoakan keluargaku, orang tuaku, walau sepertinya, seingatku, doaku hanya
sebatas di kulitnya saja, tanpa aku mau ‘bersekutu’ dengan NYA …..
Dalam
pernikahanku, doaku bertambah, untuk juga mendoakan keluargaku sendiri, suamiku
dan anak2ku, sampai kami bercerai dan aku menyandang sebagai ’single parent’
Doaku tidak putus2nya, apa yang aku inginkan dan aku butuhkan. Tetapi, Tuhan
tetap mengatakan ‘tidak’ sebagai jawabanku, ketika aku menginginkan bahwa kita
tidak bercerai …..
Doaku terus
berubah, sejalan dengan kebutuhanku. Dan ketika aku terserang stroke 2 tahun
lalu, aku benar2 berubah, doaku bukan hanya sekedar ‘rutinitas’ belaka walau
rutinitas itu tetap membuat aku selalu berusaha untuk ‘bersekutu’ dengan NYA.
Aku sungguh2 berdoa, senantiasa berdoa dan dalam doaku tetap aku selipkan
kepercayaanku pada Tuhan, untuk DIA tetap akan mengabulkan doaku JIKA
DIPANDANG YANG TERBAIK UNTUKKU, bukan sekedar keinginanku …..
Seiring
dengan perjalanan waktu dan umurku yang terus bertambah, doaku mulai berkembang
kearah persekutuan dengan NYA, ketika aku mulai menjalani kehidupanku yang
mulai sarat dengan pencobaan. Sebelum menikah, hidupku masih sekedar
‘bersenang2′ saja, sekolah, menjalankan pertemanan dan berbahagia dengan
keluarga serta orang tuaku. Tetapi, setelah aku berumah tangga, aku melihat
bahwa hidupku mulai banyak onak duri. Mulai tentang sakitku dalam melahirkan
anak2ku, sampai perceraianku. Dan setelah aku stroke, doaku lebih menitik
beratkan bahwa keinginanku hanya untuk memuliakan nama NYA ……
Tentu aku
masih manusia biasa. Walau keinginanku sebagai penyandang pasca stroke dalam
keterbatasan, untuk hanya memuliakan nama Tuhan, tetapi di belakangku ada
keinginan yang lain. Bahwa aku masih harus membesarkan anak2ku sampai Tuhan
‘melepas’ku sebagai orang tua mereka. Aku masih harus bertanggung jawab
untuk mereka, termasuk bertanggung jawab untuk ‘kebahagiaan’ orang tuaku. Doaku
semakin lengkap. Bukan hanya keinginanku untuk beranggung jawab kepada anak2ku
serta orang tuaku, tetapi keinginanku untuk terus memuliakan nama NYA. Aku
sudah tidak menginginkan apa2 lagi, kecuali untuk itu. Kehidupanku sebagai
penyandang pasca stroke dalam keterbatasan, menjadi ‘batu sandungan’ bagi
beberapa orang untuk bisa terus menemaniku. Walau aku sangat mengerti tentang
itu, ku tetap tidak putus2nya mendoakan untuk Tuhan tetap bisa memberikan
hidupku lebih baik lagi dalam berkegiatan, sehingga aku tidak merepotkan banyak
orang …..
Ketika Tuhan
mengatakan ‘tidak’ dalam doaku ( lihat tulisanku “Tuhan Ada Dimana?
Mengapa Tuhan Tidak Mengabulkan Doa Kita?” ), aku
cepat tersadar, bahwa aku harus selalu hanya bersandar pada Tuhan, dan bukan
pada manusia. Karena manusia hanya sementara, termasuk orang tuaku. Hanya pada
tanganTuhanlah, yang bisa aku bisa berpegang, untuk terus berharap, bahwa
hidupku akan terus ditemani oleh Tuhanku …..
Kecewa?
Apakah kita kecewa ketika doa kita tidak dikabulkan oleh NYA? Sebagai manusia
biasa, tentulah kita sangat kecewa. Tetapi, tetap cepat sadar, bahwa seperti
yang akutuliskan di posting diatas, bahwa waktu kita itu tidak sama dengan
waktu Tuhan. Sehingga buat apa kita kecewa? Kecewa boleh2 saja, tetapi cepatlah
sadar. Bahwa Tuhan tidak akan pernah meninggalkan kita ……
Kehidupan
doa-ku yang sebagai rutinitas saja, sering membuat aku berpikir, bahwa begitu
banyak yang aku inginkan untuk Tuhan mengabulkannya, tetapi ternyata aku sering
menyia2kannya. Walau aku tetap bersandar pada NYA, kadang kala doaku
‘tersingkir’ oleh rutinitasku dalam bekerja atau dalam keegoisanku
sebagai manusia. Tetapi dengan sabar tetap memberikan yang terbaik bagiku
dan keluargaku. Keegoisanku sebagai manusia benar2 membuat aku malu, bahwa
apapun keadaannya, Tuhan selalu mengasihiku dan menemaniku, walaupun aku berkeluh
kesah dengan keadaanku …..
Aku memang
manusia biasa, apalagi, aku hanya penyandang pasca stroke yang dalam
keterbatasan. Teman dan sahabat2ku sudah jauh ‘diujung’ sana, dengan tubuh yang
sehat dan kesempatan yang luas sebagai orang2 yang berkembang dalam waktu.
Tetapi, aku hanya masih ‘disini’ saja, ‘berjalan’ ditempat. Wajar, jika mereka
‘meninggalkan’ku, bukan karena memang mereka mau meninggalkan aku dan tidak mau
memperhatikan dan meyayangaiku sebagai sahabat mereka lagi, tetapi aku memang
sudah tidak bisa lagi mengikuti mereka, karena keterbatasanku.
Tetapi,
sahabat,
Apapun
keadaan kalian, baik suka ataupun duka, apapun kebutuhan dan keinginan kalian,
tetaplah terus berdoa. Karena, aku sudah menyaksikan dan berkesaksian, bahwa
doa merupaka ‘alat’ untuk berhubungan dengan Tuhan, dan melalui doa, Tuhan
‘tahu’ apa yang kalian butuhkan dan inginkan ( walau aku sangat yakin, bahwa
Tuhan tahu sekali apa yang kalian butuhkan dan kalian inginkan, walau kalian
tidak berdoa ). Dalam doa, Tuhan bisa ‘mengingatkan’ pada kalian, bahwa DIA
ingin selalu ‘menemani’ kalian, apapun keadaannya …..
Ketika doa sudah merupakan rutinitas, tetap percaya, bahwa doa akan tetap
terus menjadi sandaran kita dalam permasalahan kita, sebagai manusia biasa, di
dalam keegoisan kita …..
*Jika aku
‘menggurui’ kalian, hanya permintaan maaf saja yang aku harapkan*
Tuhan sedang
‘menegurku’, untuk terus berdoa dan bersekutu dengan NYA, bukan hanya aku
berdoa sebagai rutinitas saja …..
Salam …..